Ada Sebuah Peribahasa Afrika “It takes a whole village to raise one child" yang berarti membesarkan seorang anak adalah usaha bersama sebuah komunitas/kampung, suka atau tidak, sadar maupun tidak sesungguhnya sebuah komunitas memberikan dampak pada seorang anak dalam komunitas tersebut selain orang tua, paman-bibi, kakek-nenek dan saudara-saudara sepupu, baik secara positip maupun negatip, perjuangan kami membesarkan anak-anak pantiasuhan tidaklah ringan, para pengasuh yang datang selain melayani anak-anak sebaliknya juga banyak belajar dari anak-anak kami untuk sabar dan mengasihi, didalam semua hal kami sungguh bersyukur bahwa Tuhan mengijinkan semuanya untuk kebaikan anak-anak kami agar mereka bertumbuh mengatasi semua tantangan komunitas ini dan sungguh kami berdoa agar mereka menjadi generasi baru pemimpin yang memberkati dan mengubah kepulauan Nias menjadi lebih baik dimasa mendatang, tantangan lingkungan adalah salah satu tantangan terbesar, misalnya mereka kami latih berjalan kaki ke sekolah pulang pergi (kurang dari 900 meter dari pantiasuhan) kadang ditemani pengasuh kadang tidak, ada saat-saatnya mereka dipukulin dan ditendang oleh anak-anak nakal di tengah jalan bahkan diejek dan diganggu oleh pemuda-pemuda berandalan, namun mereka tidak membalas namun mereka berdoa untuk anak-anak yang menganiaya mereka dijalan.
Mereka sedang belajar menyadari sejak dini masalah dalam masyarakat, mereka mengamati dan turut berdoa agar ada penampungan bagi orang gila yang sering ditemui mereka di jalan sampai beberapa tahun kemudian Tuhan jawab dengan panti rehabilitasi orang gila dan narkoba yang dirintis oleh seorang hamba Tuhan yang dipanggilNya dari Sumatera.
Dalam perj
alanan pergi atau pulang dari sekolah kadang mereka melihat orang kaya dan miskin yang lapar dan memerlukan makanan, dan lihat betapa sukacitanya mereka ketika diberi kesempatan membantu menanam di promiseland, karena telah belajar “kalau tidak bekerja jangan makan” bahkan mereka rindu mencukupkan makanan mereka sendiri bahkan mereka rindu memberi makan yang lapar, walau masih dalam keterbatasan pengertian sebagai kanak-kanak
Kutu-kutu dirambut teman sekolah mereka yang terbang dikepala mereka mengajar mereka saling mengurus kepala temannya bahkan pengasuh-pengasuh yang datang mengajar mereka,
Seorang anak pantiasuhan yang kami ajak mengantar tamu yang pulang, sempat masuk ke kamar mandi bandara Binaka dan otomatis tanpa disuruh membersihkan kamar mandi tersebut (tertangkap kamera seorang sahabat yang datang)
Anak-anak membuang sampah ke tempat penampungan sementara walaupun tidak ada tempat sampah yang disediakan pemda (telah hilang entah kemana)
ketiadaan air PAM (terabaikannya menyediakan air PAM oleh Pemda) membuat mereka berdoa untuk air hujan dan sungguh kami menyaksikan sering Tuhan menjawab dengan segera dengan curahan hujan dari langit, atau Tuhan punya sesuatu yang lebih baik yakni mengajar mereka menghargai air (menghemat, mengangkat air. Kemarin saya mengajar mereka pelajaran baru melalui pelajaran membersihkan sampah di pemandian umum seperti cerita berikut ini) :
Sesekali anak-anak juga perlu mencuci baju dan mandi waktu kemarau di pemandian umum tak terlalu jauh dari pantiasuhan, membuat saya dan anak-anak menyadari betapa kotornya tempat tersebut, betapa tak bersyukurnya yang memakai pemandian umum dengan gratis karena sumbangan tempat mata air disamping rumahnya sebuah keluarga (Ina Rina) dan dibuatkan bak oleh bank Danamon sebelum gempa 2005, pengunjung dengan seenaknya membuang bungkus shampo, sabun, deterjen, plastik kresek, bungkus makanan/snack, kain robek dll, sehingga selama bertahun-tahun menumpuk menutupi saluran air bahkan menimbulkan genangan yang menjadi sarang nyamuk bagi keluarga penyumbang, walau sudah ditegur dan diperingatkan berkali-kali (bahkan ada papan pengumumannya) tetap saja seenaknya membuang sampah, akhirnya saya mengajak semua anak-anak pantiasuhan untuk membersihkan semua sampah-sampah tersebut sampai benar-benar bersih,sungguh perjuangan yang tidak mudah untuk sampah basah yang sudah tertumpuk bertahun-tahun dan dilakukan oleh anak-anak kecil bersama saya,didikan kami bertahun-tahun untuk menyapu, mengepel, mengambil dan membuang sampah mulai menampakkan hasilnya, dalam waktu tidak terlalu lama semua sampah disapu bersih, betapa bersyukurnya ibu pemilik tanah yang terberkati oleh kami, sampai ia membelikan makanan kecil buat anak-anak,ia sempat bertanya kesaya mengapa kalian lakukan ini? saya bilang kami telah memakai air disini dan sekarang liburan sekolah dan kami mau belajar bersyukur dan bertanggung jawab walau bukan kami yang membuang sampah disini, selain itu kami mengajar anak-anak tentang menjaga kebersihan lingkungan
Walau telah ada papan pengumuman/peringatan tidak membuang sampah sembarangan, namun terbukti belum efektif mencegah hal ini, pemda juga belum berhasil menyediakan tong sampah apalagi mengangkut sampah dari tempat ini, semoga ada perubahan dimasa mendatang
Anak-anak sempat bertanya kepada saya mengapa mereka dipermalukan dan diketawain dan diejek beberapa orang dewasa yang kebetulan sedang mandi disana? saya katakan jangan malu karena berbuat baik, bukankah diantara banyak yang tak bersyukur masih Tuhan sisakan seorang ibu yang sadar dan ikut membantu menuangkan air untuk membersihkan tangan mereka yang kotor setelah mengambil semua sampah yang lebih dari 10 karung besar tersebut? sungguh senang bisa dipercaya diberi kesempatan dan dipercayaNya untuk terlibat dalam proses ini, sungguh benar perkataan seorang bijak, bahwa butuh sepuluh tahun menanam sebuah pohon, dan butuh seratus tahun untuk menanam manusia (sebuah generasi baru), semoga Tuhan memberi umur yang cukup buat saya untuk menyelesaikan bagian saya, amin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar